Tuesday, April 26, 2011

Adab Seorang Penuntut Ilmu

Oleh Ustadz Abdullah Shaleh Al-Hadrami hafizhahullah

Mukaddimah:

Segala puji hanya bagi Allah Ta’ala, Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam, keluarga, para sahabat dan pengikut setia mereka sampai hari kiamat, Amma ba’du:

(( Allah Ta’ala telah menjaga pertahanan kaum muslimin dengan mujahidin (orang-orang yang berjihad) dan menjaga syariat Islam dengan para penuntut ilmu, sebagaimana dalam firmanNya:

“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah: 122)

Pada ayat tersebut Allah Ta’ala membagi orang-orang beriman menjadi dua kelompok, mewajibkan kepada salah satunya berjihad fi sabilillah dan kepada yang lainnya mempelajari ilmu agama. Sehingga tidak berangkat untuk berjihad semuanya karena hal ini menyebabkan rusaknya syariat dan hilangnya ilmu, dan tidak pula menuntut ilmu semuanya sehingga orang-orang kafir akan mengalahkan agama ini. Karena itulah Allah Ta’ala mengangkat derajat kedua kelompok tersebut.)) –Hilyah al-‘Alim al-Mu’allim, Salim al-Hilaliy hal: 5-6.

(( Yang dimaksud dengan ilmu tersebut adalah ilmu syar’i, yaitu ilmu yang Allah turunkan kepada NabiNya –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam berupa keterangan dan petunjuk. Jadi ilmu yang dipuji dan disanjung adalah ilmu wahyu, ilmu yang Allah I turunkan saja. Sebagaimana sabda Nabi –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam :

“Barangsiapa yang Allah menghendaki padanya kebaikan maka Dia akan menjadikannya mengerti masalah agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Beliau –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda pula:

“Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, hanya saja mereka mewariskan ilmu. Maka barangsiapa mengambilnya berarti ia mengambil nasib (bagian) yang banyak.”(HR. Abu-Dawud dan At-Tirmidzi)

Sebagaimana telah kita ketahui bahwasanya yang diwariskan oleh para nabi adalah ilmu syariat Allah Ta’ala dan bukan yang lainnya.)) –Kitab al-‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal: 11

Hukum Menuntut Ilmu Syar’i:

(( Mununtut ilmu syar’i adalah fardlu kifayah yaitu apabila telah mencukupi (para penuntut ilmu) maka bagi yang lain hukumnya adalah sunnah, namun bisa juga menjadi wajib bagi tiap orang atau fardlu ‘ain yaitu ilmu tentang ibadah atau muamalah yang hendak ia kerjakan.)) –Kitab al-‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal: 21

Penuntut Ilmu Hendaklah Menghiasi Dirinya Dengan Adab-Adab Sebagai Berikut:

Pertama: Mengikhlaskan Niat Hanya Karena Allah Ta’ala.

(( Hendaklah dalam menuntut ilmu niatnya adalah wajah Allah Ta’ala dan kampung akhirat, sebagaimana sabda Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam :

“Barangsiapa menuntut ilmu –yang mestinya untuk mencari wajah Allah Ta’ala-, tiadalah ia mempelajarinya melainkan hanya untuk mendapatkan bagian dari dunia, pasti ia tidak akan mendapatkan bau surga pada hari kiamat.”(HR. Ahmad dll). Ini adalah ancaman yang keras.)) –Kitab al-‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal: 25

(( Apabila ilmu telah kehilangan niat yang ikhlas; Berpindahlah ia dari ketaatan yang paling afdhal menjadi penyimpangan yang paling rendah.

Diriwayatkan dari Sufyan ats-Tsauri –Rahimahullah berkata: “Tiadalah aku mengobati sesuatu yang lebih berat dari niatku”

Dari Umar bin Dzarr bahwasanya ia berkata kepada ayahnya: Wahai ayahku ! Mengapa orang-orang menangis apabila ayah menasehati mereka, sedang mereka tidak menangis apabila orang lain yang menasehati mereka? Ayahnya menjawab: “Wahai puteraku ! Tidak sama ratapan seorang ibu yang ditinggal mati anaknya dengan ratapan wanita yang dibayar (untuk meratap).)) –Hilyah Tholibil ‘Ilmi, Bakr Abu Zaid hal: 9-10 .

Kedua: Memberantas Kobodohan Dirinya dan Orang Lain.

Hendaklah dalam menuntut ilmu berniat untuk memberantas kebodohan dari dirinya dan dari orang lain, karena pada dasarnya manusia itu jahil (bodoh), sebagaimana firman Allah Ta’ala:

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalan keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”

(QS. An-Nahl: 78)

Al-Imam Ahmad -rahimahullah berkata:

“Ilmu itu tiada bandingannya bagi orang yang niatnya benar.” Mereka bertanya: Bagaimakah hal itu?. Beliau menjawab: “Berniat memberantas kebodohan dari dirinya dan dari orang lain.”)) –Kitab al-‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal: 26-27.

Ketiga: Membela Syariat.

(( Hendaklah dalam menuntut ilmu berniat membela syariat, karena kitab-kitab tidak mungkin bisa membela syariat. Tiadalah yang membela syariat melainkan para pengemban syariat. Disamping itu, bid’ah juga selalu muncul silih berganti yang ada kalanya belum pernah terjadi pada jaman dahulu dan tidak ada dalam kitab-kitab sehingga tidak mungkin membela syariat kecuali para penuntut ilmu.)) –Kitab al-‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal: 27-28

(( Alangkah banyaknya kitab dan alangkah banyak pula perbedaan didalamnya ! Seorang muslim tidak lagi tahu apa yang harus ia ambil dan apa yang harus ia tinggalkan? Dari mana memulai dan dimana berakhir ! )) –Wasiyyatu Muwaddi’, Husain al-‘Awayisyah hal: 29-30.

Kempat: Berlapang Dada Dalam Masalah Khilafiyah (Perbedaan Pendapat).

(( Hendaklah selalu berlapang dada dalam menyikapi perbedaan pendapat yang bersumber dari ijtihad. Yaitu permasalahan yang memungkinkan seseorang berpendapat dan terbuka kemungkinan untuk berbeda. Adapun siapa saja yang menyelisihi jalan salafus sholeh –Rahimahumullah dalam masalah aqidah maka hal ini tidak bisa diterima dan ditolelir.)) –Kitab al-‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal: 28-29. Baca pula untuk masalah ini kitab Perpecahan Umat, karya: Dr Nasir al-‘Aql, penerbit Darul Haq Jakarta.

Kelima: Mengamalkan Ilmu atau Zakat Ilmu.

(( Hendaklah para penuntut ilmu mengamalkan ilmunya, baik berupa aqidah, ibadah, akhlak, adab dan muamalah, karena hal ini adalah merupakan hasil dan buah dari ilmu itu. Pengemban ilmu itu seperti pembawa senjata; Bisa berguna dan bisa pula mencelakakan sebagaimana sabda Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam:

“Al-Qur’an itu membelamu atau mencelakakanmu” (HR. Muslim).

Membelamu apabila kamu amalkan dan mencelakakanmu apabila tidak kamu amalkan.)) –Kitab al-Ilmi, Syaikh Utsaimin hal: 32

(( Karena keutamaan ilmu itulah ia semakin bertambah dengan banyaknya nafkah (diamalkan dan diajarkan) dan berkurang apabila kita sayang (tidak diamalkan dan diajarkan) serta yang merusaknya adalah al-kitman (menyembunyikan ilmu).)) –Hilyah Tholibil Ilmi, Bakr Abu Zaid hal: 72.

Keenam: Berdakwah Kepada Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

(QS. Ali ‘Imran: 104)

(( Hendaklah mendakwahkan ilmunya kepada Allah Ta’ala dalam berbagai kesempatan, baik di masjid, di majlis-majlis, di pasar dan diberbagai kesempatan.)) –Kitab al-Ilmi, Syaikh Utsaimin hal: 37-38.

Ketujuh: Hikmah.

(( Hendaklah menghiasi dirinya dengan hikmah. Apabila kita menempuh cara ini pastilah kita mendapatkan kebaikan yang sangat banyak, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

“Dan barangsiapa yang dianugrahi al-hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak.”

(QS. Al-Baqarah: 269)

Al-Hakim (orang yang bijaksana) adalah orang yang menempatkan sesuatu pada tempatnya. Allah Ta’ala telah menyebutkan tingkatan-tingkatan dakwah dalam firmanNya:

“Serulah (manusia) kejalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.”

(QS. An-Nahl: 125)

Dan Allah Ta’ala menyebutkan pula tingkatan keempat tentang berdebat dengan ahli kitab dalam firmanNya:

“Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang dzalim diantara mereka.”

(Al-‘Ankabut: 46).)) –Kitab al-Ilmi, Syaikh Utsaimin hal: 37-38.

Kedelapan: Sabar Dalam Menuntut Ilmu.

(( Hendaklah sabar dalam menuntut ilmu, tidak terputus (ditengah jalan) dan tidak pula bosan, bahkan terus-menerus menuntut ilmu semampunya.

Kisah tentang kesabaran salafus shalih –Rahimahullah dalam menuntut ilmu sangatlah banyak, sebagaimana diriwayatkan dari Ibn Abbas –Radhiallahu ‘Anhuma bahwa beliau ditanya oleh seseorang: Dengan apa anda bisa mendapatkan ilmu? Beliau menjawab: “Dengan lisan yang selalu bertanya dan hati yang selalu memahami serta badan yang tidak pernah bosan.)) –Kitab al-Ilmi, Syaikh Utsaimin hal: 40 dan 61

(( Bahkan sebagian dari mereka (salafus shalih) merasakan sakit yang menyebabkannya tidak bisa bangun dikarenakan tertinggal satu hadis saja. Sebagaimana terjadi kepada Syu’bah bin al-Hajjaj –Rahimahullahرia berkata: “ketika aku belajar hadis dan tertinggal (satu hadis) maka akupun menjadi sakit.”

Barangsiapa mengetahui keutamaan ilmu dan merasakan kelezatannya pastilah ia selalu ingin menambah dan mengupayakannya, ia selalu lapar (ilmu) dan tidak pernah kenyang sebagaimana sabda Rasulullah–Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam: “Ada dua kelompok manusia yang selalu lapar dan tidak pernah kenyang: Orang yang lapar ilmu tidak pernah kenyang dan orang yang lapar dunia tidak pernah kenyang pula.” (HR. Al-Hakim dll dengan sanad tsabit).)) –Hilyah al-‘Alim al-Mu’allim, Syaikh Salim al-Hilaliy hal: 22-23

(( Abu al-‘Aliyah -Rahimahullah menuturkan: Kami mendengar riwayat (hadis) dari Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam sedang kami berada di Basrah (Iraq), lalu kamipun tidak puas sehingga kami berangkat ke kota Madinah agar mendengar dari mulut mereka (para perawinya) secara langsung.)) –‘Audah ila as-Sunnah, Syaikh Ali Hasan al-Atsariy hal: 44.

Kesembilan: Menghormati dan Menghargai Ulama.

(( Hendaklah para penuntut ilmu menghormati dan menghargai para ulama dan berlapang dada dalam menyikapi perbedaan pendapat diantara mereka serta memberi udzur (alasan) kepada para ulama yang menurut keyakinan mereka telah berbuat kesalahan. Ini adalah masalah yang sangat penting, karena sebagian orang sengaja mencari-cari kesalahan orang lain untuk menjatuhkan mereka dimata masyarakat. Ini adalah kesalahan terbesar.)) –Kitab al-Ilmi, Syaikh Utsaimin hal: 41

(( Hendaklah menghormati majelis (ilmu) dan menampakkan kesenangan terhadap pelajaran serta mengambil faedahnya. Apabila seorang syaikh (guru) melakukan suatu kesalahan atau kekeliruan maka janganlah hal itu membuatnya jatuh dihadapanmu, karena hal ini menjadikanmu tidak lagi mendapatkan ilmunya. Siapasih orang yang tidak pernah berbuat kesalahan?.

Jangan sekali-kali memancing kemarahannya dengan “Perang urat syaraf”, yaitu menguji kemampuan ilmu dan kesabarannya.

Apabila anda hendak berguru ke orang lain maka mintalah ijin kepadanya, karena hal ini menjadikannya selalu menghormatimu, semakin cinta dan sayang kepadamu.)) –Hilyah Tholibil Ilmi, Bakr Abu Zaid hal: 36.

Kesepuluh: Memegang Teguh Al-Kitab dan As –Sunnah.

(( Wajib bagi para penuntut ilmu untuk mengambil ilmu dari sumbernya yang tidak mungkin seseorang sukses bila tidak memulai darinya, yaitu:

1- Al-Qur’anul Karim; Wajib bagi para penuntut ilmu untuk berupaya membaca, menghafal, memahami dan mengamalkannya.

2- As-Sunnah As-Shahihah; Ini adalah sumber kedua syariat Islam (setelah al-Qur’an) dan penjelas al-Qur’anul Karim

3- Sumber ketiga adalah ucapan para ulama, janganlah anda menyepelekan ucapan para ulama karena mereka lebih mantap ilmunya dari anda )) –Kitab al-Ilmi, Syaikh Utsaimin hal: 43,44 dan 45.

Kesebelas: At-Tatsabbut dan Ats-Tsabat.

(( Termasuk adab terpenting yang wajib dimiliki oleh penuntut ilmu adalah; At-tatsabbut. Yang dimaksud dengan at-tatsabbut adalah berhati-hati dalam menukil berita dan ketika berbicara.

Adapun ats-tsabat adalah sabar dan tabah untuk tidak bosan dan marah, dan agar tidak mengambil ilmu hanya secuil-secuil saja lalu ia tinggalkan, karena hal ini berdampak negatif dan menyia-nyiakan waktu tanpa faedah.)) –Kitab al-Ilmi, Syaikh Utsaimin hal: 50.

Keduabelas: Berupaya Untuk Memahami Maksud Allah Ta’ala dan RasulNya –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam

(( Termasuk adab terpenting pula adalah masalah pemahaman tentang maksud Allah Ta’ala dan juga maksud Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam; Karena banyak orang yang diberi ilmu namun tidak diberi pemahaman. Tidak cukup hanya menghapal al-Qur’an dan al-Hadis saja tanpa memahaminya, jadi harus dipahami maksud Allah Ta’ala dan RasulNya –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam. Alangkah banyaknya penyimpangan yang dilakukan oleh kaum yang berdalil dengan nas-nas yang tidak sesuai dengan maksud Allah Ta’ala dan RasulNya –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam sehingga timbullah kesesatan karenanya. Kesalahan dalam pemahaman lebih berbahaya dari pada kesalahan dikarenakan kebodohan. Seorang yang jahil (bodoh) apabila melakukan kesalahan dikarenakan kebodohannya ia akan segera menyadarinya dan belajar, adapun seorang yang salah dalam memahami sesuatu ia tidak akan pernah merasa salah dan bahkan selalu merasa benar)) –Kitab al-Ilmi, Syaikh Utsaimin hal: 52.

Inilah sebagian dari adab yang harus dimiliki oleh para penuntut ilmu agar menjadi suri tauladan yang baik dan mendapatkan kesuksesan di dunia dan di akhirat, amien.

Maraji’:

- Al-Qur’anul Karim dan Terjemahnya, hadiah dari Kerajaan Saudi Arabia.

- Kitab Al-Ilmi, karya Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin -Rahimahullah.

- Hilyah Tholibil Ilmi, karya Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid –hafidhahullah.

- Hilyatul ‘Alim Al-Mu’allim Wa Bulghatu Ath-Thalib Al-Muta’allim, karya Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy –hafidhahullah.

- ‘Audah ‘Ila As-Sunnah, karya Syaikh Ali Hasan al-Atsariy –hafidhahullah.

- Washiyyatu Muwaddi’, karya Syaikh Husain bin ‘Audah al-‘Awayisyah –hafidhahullah.

(Disampaikan Pada 14 Rabi’uts Tsani 1425 / 23 Mei 2005 Dalam Pengajian Umum INDAHNYA ISLAM 22-24 Mei 2005 di Masjid Raden Patah Universitas Brawijaya Malang).

Artikel www.Salafiyunpad.wordpress.comdisalin dari Facebook Abdullah Sholeh Hadrami

CARA MUDAH MENGHAFAL AL-QUR’AN

Pada edisi sebelumnya, telah kami posting RUMUS PRAKTIS MUDAH MENGHAFAL AL QUR’AN maupun bekal-bekal yang harus dipersiapkan oleh para penghafal Al Qur’an Al Karim. Sedangkan pada edisi kali ini, kami akan berikan penjelasan tentang CARA MUDAH MENGHAFAL AL QUR’AN yang ditulis oleh Syeikh Abdul Muhsin Al-Qasim. Beliau adalah Imam dan Khatib di Masjid Nabawi. Semoga Artikel kali ini bermanfaat dan dapat menambah semangat kaum Muslimin untuk dapat menyelesaikan hafalan Al Qur’an yang mulia. Selamat mencoba. [admin]

الحمد لله والصلاة والسلام على نبينا محمد ، وعلى آله وصحبه أجمعين

Berikut adalah metode untuk menghafal Al-Quran yang memiliki keistimewaan berupa kuatnya hafalan dan cepatnya proses penghafalan. Kami akan jelaskan metode ini dengan membawa contoh satu halaman dari surat Al-Jumu’ah:

1. Bacalah ayat pertama sebanyak 20 kali :

يُسَبِّحُ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ
2. Bacalah ayat kedua sebanyak 20 kali:

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آَيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

3. Bacalah ayat ketiga sebanyak 20 kali:

وَآَخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

4. Bacalah ayat keempat sebanyak 20 kali:

ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ

5. Bacalah keempat ayat ini dari awal sampai akhir sebanyak 20 kali untuk mengikat/menghubungkan keempat ayat tersebut

6. Bacalah ayat kelima sebanyak 20 kali:

مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

7. Bacalah ayat keenam sebanyak 20 kali:

قُلْ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ هَادُوا إِنْ زَعَمْتُمْ أَنَّكُمْ أَوْلِيَاءُ لِلَّهِ مِنْ دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ

8. Bacalah ayat ketujuh sebanyak 20 kali:

وَلَا يَتَمَنَّوْنَهُ أَبَدًا بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ

9. Bacalah ayat kedelapan sebanyak 20 kali:

قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

10. Bacalah ayat kelima sampai ayat kedelepan sebanyak 20 kali untuk mengikat/menghubungkan keempat ayat tersebut

11. Bacalah ayat pertama sampai ayat kedelepan sebanyak 20 kali untuk menguatkan/meng-itqankan hafalan untuk halaman ini

Demikianlah ikuti cara ini dalam menghafal setiap halaman Al-Qur’an. Dan janganlah menghafal lebih dari seperdelapan juz dalam setiap hari agar tidak berat bagi anda untuk menjaganya.

Bagaimana cara menggabungkan antara menambah hafalan dan muraja’ah?

Janganlah anda menghafal Al-Quran tanpa proses muraja’ah/pengulangan. Hal ini dikarenakan jika anda terus menerus menambah hafalan Al-Quran lembar demi lembar hingga selesai kemudian anda ingin untuk mengulang kembali hafalan anda dari awal maka hal itu akan berat dan anda dapati diri anda telah melupakan hafalan yang lalu. Oleh karena itu, jalan terbaik (untuk menghafal) adalah dengan menggabungkan antara menambah hafalan dan muraja’ah.

Bagilah Al-Quran menjadi 3 bagian dimana setiap bagian terdiri dari 10 juz. Jika anda menghafal satu halaman setiap hari, maka ulangilah 4 halaman sebelumnya sampai anda menghafal 10 juz. Jika anda telah mencapai 10 juz, maka berhentilah selama sebulan penuh untuk muraja’ah dengan cara mengulang-ngulang 8 halaman dalam setiap harinya.

Setelah sebulan penuh muraja’ah, maka mulailah kembali untuk menambah hafalan yang baru baik satu atau dua halaman setiap harinya tergantung kemampuan serta barengilah dengan muraja’ah sebanyak 8 halaman dalam sehari. Lakukan ini sampai anda menghafal 20 juz. Jika anda telah mencapainya, maka berhentilah dari menambah hafalan baru selama 2 bulan untuk mengulang 20 juz. Pengulangan ini dilakukan dengan mengulang 8 halaman setiap hari.

Setelah 2 bulan, mulailah kembali menambah hafalan setiap hari sebanyak satu sampai dua halaman dengan dibarengi muraja’ah/pengulangan 8 halaman sampai anda menyelesaikan seluruh Al-Qur’an.

Jika anda telah selesai menghafal seluruh Al-Qur’an, ulangilah 10 juz pertama saja selama satu bulan dimana setiap hari setengah juz. Kemudian ulangilah 10 juz kedua selama satu bulan dimana setiap hari setengah juz bersamaan dengan itu ulangilah pula 8 halaman dari 10 juz pertama. Kemudian ulangilah 10 juz terakhir selama satu bulan dimana setiap hari setengah juz bersamaan dengan itu ulangilah pula 8 halaman dari 10 juz pertama dan 8 halaman dari 10 juz kedua.

Bagaimana cara memuraja’ah/mengulang Al-Quran seluruhnya jika saya telah menyelesaikan system muraja’ah diatas?

Mulailah dengan memuraja’ah Al-Qur’an setiap hari sebanyak 2 juz. Ulangilah sebanyak 3 kali setiap hari hingga anda menyelesaikan Al-Qur’an setiap 2 minggu sekali. Dengan melakukan metode seperti ini selama satu tahun penuh, maka –insya Allah- anda akan dapat memiliki hafalan yang mutqin/kokoh.

Apa yang harus dilakukan setelah menyelesaikan hafalan Al-Qur’an dalam satu tahun?

- Setelah setahun mengokohkan hafalan Al-Qur’an dan muraja’ahnya, jadikanlah Al-Qur’an sebagai wirid harian anda sampai akhir hayat sebagaimana Rasulullah صلى الله عليه وسلم menjadikannya sebagai wirid harian. Adalah wirid Rasulullah dengan membagi Al-Qur’an menjadi 7 bagian sehingga setiap 7 hari Al-Qur’an dapat dikhatamkan. Berkata Aus bin Hudzaifah رحمه الله: Aku bertanya pada sahabat-sahabat Rasulullah – صلى الله عليه وسلم – tentang bagaimana mereka membagi Al-Qur’an (untuk wirid harian). Mereka berkata: 3 surat, 5 surat, 7 surat, 9 surat, 11 surat, dan dari surat Qaf sampai selesai. (HR. Ahmad). Yaitu maksudnya mereka membagi wirid Al-Quran sebagai berikut:

- Hari pertama: membaca surat “al fatihah” hingga akhir surat “an-nisa”,
- Hari kedua: dari surat “al maidah” hingga akhir surat “at-taubah”,
- Hari ketiga: dari surat “yunus” hingga akhir surat “an-nahl”,
- Hari keempat: dari surat “al isra” hingga akhir surat “al furqan”,
- Hari kelima: dari surat “asy syu’ara” hingga akhir surat “yaasin”,
- Hari keenam: dari surat “ash-shafat” hingga akhir surat “al hujurat”,
- Hari ketujuh: dari surat “qaaf” hingga akhir surat “an-naas”.

Wirid Rasulullah – صلى الله عليه وسلم – di singkat oleh para ulama dengan perkataan: فمي بشوق (famii bisyauqi). Dimana setiap huruf dari kata ini merupakan surat awal dari kelompok surat yang dibaca setiap hari.

Bagaimana membedakan antara ayat-ayat mutasyaabih/mirip di dalam Al-Qur’an?

Cara yang paling afdhal jika anda mendapati 2 ayat yang mirip adalah dengan membuka mushaf pada setiap ayat yang mirip tersebut, lalu perhatikanlah perbedaan diantara kedua ayat tersebut kemudian berikanlah tanda yang dapat mengingatkan anda akan perbedaan itu. Lalu ketika anda memuraja’ah, perhatikanlah perbedaan yang anda tandai sebelumnya beberapa kali hingga anda mantap menghafal tentang kemiripan dan perbedaan diantara keduanya.

Kaidah-kaidah dan batasan-batasan dalam menghafal Al-Qur’an

o Wajib bagi anda menghafal dengan bantuan seorang ustadz/syeikh untuk membenarkan bacaan anda

o Hafallah 2 halaman setiap hari. Satu halaman setelah Subuh, dan satu halaman lagi sesudah Ashar atau sesudah Maghrib. Dengan cara ini, maka anda akan mampu menghafal Al-Qur’an seluruhnya dengan mutqin/kokoh dalam waktu satu tahun. Adapun jika anda menambah hafalan diatas 2 halaman setiap hari maka hafalan anda akan lemah disebabkan semakin banyaknya ayat yang harus dijaga..

o Hendaklah menghafal dari surat An-Naas sampai Al-Baqarah karena hal tersebut lebih mudah. Namun setelah selesai menghafal seluruh Al-Quran, hendaklah muraja’ah anda dimulai dari surat Al-Baqarah sampai An-Naas

o Hendaklah menghafal dengan menggunakan satu cetakan mushaf karena hal ini dapat menolong anda dalam memantapkan hafalan dan meningkatkan kecepatan dalam mengingat posisi-posisi ayat serta awal dan akhir setiap halaman Al-Qur’an.

o Setiap orang yang menghafal dalam 2 tahun pertama biasanya masih mudah kehilangan hafalannya. Masa ini dinamakan dengan Marhalah Tajmi’ (fase pengumpulan). Janganlah bersedih atas mudahnya hafalan anda hilang atau banyaknya kekeliruan anda. Karena memang fase ini merupakan fase cobaan yang sulit. Dan waspadalah, karena syaithan akan mengambil kesempatan ini untuk menggoda anda agar berhenti dari menghafal Al-Qur’an. Maka janganlah perdulikan rasa was-was syaithan tersebut dan teruskan menghafal karena sesungguhnya itu adalah harta yang sangat berharga yang tidak diberikan pada setiap orang.

Sumber: http://www.sahab.net/forums/showthread.php?t=342445 [mirror]

Artikel: www.salafiyunpad.wordpress.com